Saat Aku
Dari Kiri Kak Putra, Aku, Ketua RT, Kepala TPA, Bu Yetti (Komisioner KPU), Petugas TPA, Kak Zar’an, Anggota KPU, dan Kak Wawan |
TPA Karya Jaya, Kertapati
Rabu, 6 Maret 2019
Hari ini, hari pertama aku kesini. Ketempat pembuangan sampah akhir.
Dulu, aku merasa jika aku adalah orang yang paling sulit dalam mencari uang. Ya, karena aku selalu menengok keatas akan hal itu.
Tapi hari itu, aku melihat jika ada banyak orang yang lebih susah cari duit dari aku.
Pertama kali disana, bau langsung menyeruak dipenciumanku. Tapi kulihat disana orang masih biasa-biasa saja bahkan dengan senyumannya menyambut kami.
Sungguh aku beberapa kali ingin muntah, padahal hidungku sudah aku tutup dengan jilbab. Tapi bau nya masih ada dan tak tertolerir dihidungku.
Aku menahan diri, sangat kuat.
Disana juga sangat banyak sekali lalat, ya tentu saja. Bahkan gunung sampah itu tak sampai 200 meter dari posisi kami.
Kulihat orang-orang mengerubungi sampah-sampah untuk mengais rezeki mereka. Menaiki gunungan sampah itu, aku heran dan takjub sekaligus takut. Bagaimana jika mereka jatuh? Dan bagaimana mereka naik keatas sana?
Kami menyiapkan peralatan-peralatan untuk sosialisasi kami. Ya disini aku sebagai relawan demokrasi 2019, terdengar keren bukan?
Tapi kenapa kami disini?
Aku dari basis kaum marjinal, bisa dibilang segmen kami adalah masyarakat menengah kebawah.
Aku selalu menutup hidungku dengan jilbab dan mengusir lalat yang akan mendekatiku.
Aku menyesal tidak membawa masker
Komisioner KPU datang, Ibu Yetti.
Dia datang dengan senyuman dan terlihat biasa dibanding aku yang kacau (pikirku)
Kami masuk kedalam ruangan, Ibu Yetti menjelaskan mengenai pemilu serentak ini, aku benar-benar tidak tahan lagi.
Aku ingin menutup hidungku tapi bahkan komisioner kpu tidak melakukannya.
Alhasil aku hanya menahan napas dan bernapas pendek. Rasanya dadaku sungguh tertekan.
Sesekali aku keluar dari ruangan supaya bisa menutup hidungku dan bernapas disana. Bernapas yang panjang.
Saat kami duduk diruangan itu, disana bukan hanya ada orang-orang tapi juga banyak makhluk-makhluk lain menghitam dilantai. Lalat nya banyak sekali, lebih banyak dari orang-orang.
Sudah sekitar 1 jam lebih, aku mulai terbiasa dengan aromanya. Tapi sesekali juga ingin muntah.
Aku lihat mereka semua yang tinggal disana penuh senyuman, aku berpikir mereka sangat kuat dibanding aku yang lemah.
Penciumanku sudah lebih baik, bisa dibilang mati rasa. Semuanya terlihat biasa.
Kami berfoto dengan baground sampah, jaraknya hanya sekitar 100 meter dengan tumpukan sampah itu.
Penciumanku sudah mati rasa benar-benar mati untuk saat ini. Aku sudah bisa tersenyum lebar dan memvidio kondisi disana.
Aku tahu semua pasti ada alasan kenapa aku disini.
Aku yang selalu berpikir bahwa hidupku adalah yang tersulit dan berpikir aku adalah manusia paling tidak beruntung, nyatanya dunia berkata lain.
Aku selalu melihat keatas, kekehidupan yang tidak bisa aku dapatkan dan dimiliki. Tanpa pernah menunduk bahwa ada orang yang ingin berada di posisiku.
Aku lemah dan payah
Aku banyak belajar sejak saat itu. Saat aku menjadi relawan, belajar bagaimana berada dikondisi orang lain.
Menjadi relawan aku banyak belajar, salah satunya dengan banyak bersyukur.
Menjadi relawan aku mengerti, jika hidupmu indah jika kamu mensyukurinya.
Komentar
Posting Komentar